Secara garis besar, optimis tentulah lebih baik daripada pesimis karena
optimis dapat memberikan motivasi tersendiri bagi seseorang untuk
melakukan hal positif. Tapi bukan berarti pesimis itu buruk karena
menurut sebuah studi baru pesimis justru lebih menyehatkan dan bikin
panjang umur. Kok bisa?
Setelah mengamati 40.000 orang antara
tahun 1993-2003, peneliti mendapati bahwa 'terlalu optimis' dalam
memprediksi masa depan yang lebih baik erat kaitannya dengan risiko
kelumpuhan dan kematian yang tinggi. Sebaliknya orang dewasa yang sering
berpikir negatif dan selalu mengkhawatirkan masa depannya cenderung
hidup lebih lama karena ekspektasi yang rendah terhadap 'masa depan yang
memuaskan' justru menyebabkan hidup yang lebih sehat.
"Temuan
kami mengungkapkan bahwa terlalu optimis dalam memprediksi masa depan
yang lebih baik berisiko tinggi menyebabkan kelumpuhan dan kematian
beberapa dekade kemudian," kata ketua tim peneliti, Frieder R. Lang
seperti dilansir dari Daily Mail, Jumat (1/3/2013).
"Pasalnya
pesimisme terhadap masa depan mendorong orang untuk hidup lebih
hati-hati, serta cenderung mengambil tindakan pencegahan demi menjaga
kesehatan dan keamanannya," tambahnya.
Partisipan dibagi ke dalam
tiga kelompok usia (18-39; 40-64 dan 65 ke atas) dan ditanyai tentang
seberapa puas partisipan terhadap kehidupannya dan seberapa puas
prediksi partisipan dengan kehidupannya lima tahun lagi.
Lima
tahun kemudian, seluruh partisipan disurvei kembali dan data tingkat
kepuasan hidup partisipan yang diperoleh di awal dan di akhir studi
dibandingkan.
43 Persen partisipan pada kelompok usia tertua (65
ke atas) memprediksi kepuasan hidup mereka di masa depan akan rendah.
Sedangkan 25 persen lainnya secara akurat memprediksi masa depan mereka
akan bahagia dan 32 persen sangat optimis akan bahagia di masa depan.
Namun
yang tidak terduga, partisipan yang sangat optimis dengan masa depannya
ditemukan mengalami peningkatan kelumpuhan hingga 9,5 persen. Risiko
kematian mereka juga meningkat 10 persen.
Bahkan orang yang
'terlalu optimis' tentang masa depannya berisiko lebih tinggi mengalami
kelumpuhan atau kematian dalam kurun waktu 10 tahun.
Tak hanya
itu, studi yang sama juga menemukan bahwa orang yang pendapatannya
tinggi cenderung berisiko tinggi mengalami kelumpuhan.
"Secara
tak terduga, kami juga menemukan bahwa orang yang kehidupannya stabil,
sehat dan gajinya tinggi justru berisiko mengalami penurunan kondisi
kesehatan seperti kelumpuhan yang lebih besar daripada orang yang tak
sehat atau pendapatannya rendah," pungkas Dr. Lang. detik.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !